Jumat, 20 Maret 2015

PERAN OTONOMI DAERAH DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN DAERAH

PERAN OTONOMI DAERAH
DALAM PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN DAERAH
Oleh : Rachmad Ichsan 3143111036
Kelas : PPKn Reg-A 2014

ABSTRAK
Secara garis besar otonomi daerah adalah sebuah kekuasaan yang diberikan dari pusat kepada daerah untuk mengatur atau mentata daerah nya yang bertujuan untuk membangun daerahnya sendiri sehingga dapat membantu memajukan daerahnya serta memajukan negara yang dimulai dari hal terkecil yaitu dari desa hingga ke kota madya. Otonomi daerah juga ditujukan kepada pemerintah daerah agar para pemimpin daerah juga dapat merasakan langsung apa yang dibutuhkan oleh para rakyatnya sehingga pelaksanaan pemerintahan dapat berlangsung lebih transparan dan dapat dijadikan sebagai titik acuan melihat potensi yang ada pada daerah tersebut. Pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah : “Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Peran otonomi ini sangat mempengaruhi terhadap pembangunan daerah karena pada dasarnya pemerintah daerah akan lebih leluasa karena adanya wewenang kekuasaan kepadanya dalam hal membangun daerahnya masing-masing. Namun karena tingginya tingkat KKN dalam suatu daerah yang menyebabkan kurang efektifnya kinerja dari otonomi daerah itu sendiri dalam melakukan perannya. Peran otonomi daerah ini sendiri sangat dipengaruhi juga oleh siapa yang menjalankannya karena para petinggi daerah-daerah terkadang memanfaatkan wewenangnya itu untuk memperkaya dirinya sendiri sehingga otonomi itu sendiri menjadi transparan. Namun bukan berarti otonomi daerah ini tanpa dampak positif dan negatifnya.




LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam pembangunan daerah suatu kekuasaan diberikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk bisa membangun daerahnya masing-masing sehingga dapat membangun daerah masing-masing untuk bisa membuat masyarakat di daerah itu sejahtera, tentram, dan damai.
Pembangunan daerah diberikan kepada pemerintah daerah dalam upaya otonomi daerah contohnya dalam sektor ekonomi pemberian hak otonomi dimaksud untuk memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah agar dapat menggali sumber - sumber keuangan daerah sendiri guna membiayai pelaksanaan pembangunan, sehingga dapat mengoptimalkan sumber daya alam atau menggali potensi-potensi daerah tersebut guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan di sektor ekonomi sangat beriringan dengan kekayaan alam seperti di Indonesia khususnya. Bahkan minyak Arab tidak percaya kalau Indonesia dengan kekayaan alamnya yang luar biasa ini masih banyak rakyat Indonesia yang sengsara bahkan angka kemiskinan masih tinggi.
Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif atau cara cepat untuk mencari sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dari pemerintah pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Dengan kondisi seperti ini, peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah diharapkan bisa sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah. Daerah juga diharapkan mampu menarik investor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Selain itu, pemberian otonomi daerah juga diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam membangun daerahnya melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakatnya, karena pada dasarnya pelaksanaan otonomi daerah mengandung tiga misi utama, yaitu :
1.      Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah sehingga terciptanya ekonomi masyarakat yang baik
2.      Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat
3.      Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan daerah.

KAJIAN TEORITIS
Pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah : “Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Berarti undang-undang itu mengatur untuk pemerintah daerah bisa menerima aspirasi masyarakatnya demi membangun daerah masing-masing dengan berdasarkan Undang-undang yang berlaku.
Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas sektor publik di Indonesia. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif atau cara cepat untuk mencari sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dari pemerintah pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Dengan kondisi seperti ini, peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah diharapkan bisa sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah. Daerah juga diharapkan mampu menarik investor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Menurut Kuncoro(2007:55)” demokrasi diartikan sebagai pemerintah atau kekuasaan dari rakat untuk rakyat” dan demokrasi yang tepat dalam hal pembagian kekuasaan adalah penerapan desentralisasi. Dalam era orde baru pelaksanaan demokrasi seperti ini membuat orde baru jatuh pada masa krisis yang tengah melanda asia dan digantikan ke era reformasi yang menekankan kepada demokrasi yang lebih bebas dalam berpendapat serta sistem demokrasi yang tidak terpusat atau desentralisasi(Wijaya, 2005:2). Inti dari desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya.Untuk menjalankan system desentralisasi ini, maka di bentuklah suatu system desentralisasi yang di sebut dengan otonomi daerah.  Otonomi daerah adalah hak, wewenang, kewajiban Daerah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya hal ini maka di harapkan terjadinya percepatan ekonomi dan mempercepat tujuan pembagunan  nasional. Namun ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, menyebut bahwa :
a. Asas desentralisai digunakan seimbang dengan asas dekonsentrasi dimana asas dekonsentrasi tidak lagi dipandang sebagai suplemen atau pelengkap dari asas desentralisasi
b. Prinsip yang dianut tidak lagi prinsip otonomi yang seluas-luasnya, melainkan otonomi yang nyata dan bertanggungjawab.
Dengan adanya desentralisasi tersebut berarti pemerintah daerah diberikan kekuasaan untuk bisa mengelola daerahnya supaya bisa mengolah daerahnya itu sendiri untuk bisa membangun daerahnya dan bisa mengelola SDA untuk membangun perekonomian dalam masyarakat yang lebih sejahtera.
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah untuk melakukan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM). Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah dengan memanfaatkan wilayah yang berpotensi alam nya seperti wisata alam atau danau-danau yang memungkinkan daerah mengolah daerah itu menjadi wilayah yang baik untuk mendongkrak perekonomian daerahnya.
Namun pada nyatanya bisa kita lihat kalau otonomi daerah itu belum sepenuhnya terwujud. Masih banyak yang kelaparan di Nusa Tenggara Timur, di Papua masih banyak yang tidak sekolah sehingga pemerintah membuat SM3T. Dari problem itu bisa kita lihat juga masih sangat rendah kualitas hidup masyarakat di daerah itu sendiri.
Otonomi daerah dalam meningkatkan perekonomian daerahnya bisa dengan cara memberikan pendidikan lebih kepada para pengrajin-pengrajin agar dia bisa mengembangkan keahliannya supaya dan memberikannya modal untuk mengembangkan usahanya itu dengan bunga yang rendah agar tidak membebani.
Perekonomian daerah juga dipengaruhi oleh besarnya pendidikan yang didapat oleh masyarakat daerahnya. Contohnya seperti wilayah yang tinggi pendidikannya seperti di Medan dengan di Papua sana sudah terlihat kalau taraf ekonominya lebih besar di Medan.

ANALISIS TEORITIS
Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Daerah punya wewenang membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dengan adanya prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu hal atau cara untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, kekuasaan atau wewenang yang dipunyai oleh pemerintah daerah itu, dan kewajiban yang harusnya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah itu sendiri seperti sektor alamnya. Seperti di Aceh yang terkenal dengan batu cincin nya yang sangan khas. Hal ini dapat membuka lapangan kerja kepada masyarakatnya asal pemerintah mampu memanfaatkan alamnya dengan sebaik-baiknya. Contoh daerah yang benar-benar mampu melaksanakan otonomi daerah yaitu Rokan Hilir yang sekarang terdapat banyak hotel-hotel, dealer mobil sudah banyak, hal ini berarti memperlihatkan bahwa keberhasilan daerah itu dalam menarik minat investor untuk menanamkan investasinya sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat di daerah itu.
Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama  dari tujuan nasional. Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berusaha bagaimana untuk bisa meningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat itu sendiri untuk mampu membangun daerahnya masing-masing.
Otonomi daerah ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada daerah untuk bisa membangun daerahnya sendiri dan dapat mengeluarkan kreativitas-kreativitas daerahnya supaya menunjukkan adanya kemampuan daerah itu dalam membangun daerah sendiri. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya daerah yang satu dengan yang lainnya itu mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara untuk bisa lebih baik lagi kedepannya. Namun pada pengaplikasiannya daerah yang satu dengan daerah yang lainnya masih ada ketimpangan seperti contohnya di Papua yang masih terjadi adanya perang saudara, hal ini menunjukkan adanya ketimpangan daerah dan tidak harmonisnya daerah tersebut sehingga pemerintah harus mencari solusi agar ketimpangan sosial tersebut bisa menjadi lebih baik dengan adanya otonomi daerah tersebut, mungkin dengan meningkatkan pendidikan daerah tersebut atau dengan meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka disana. Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah sebagai berikut:
ü  Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
ü  Pengembangan kehidupan demokrasi dengan berusaha mendengarkan segala aspirasi yang keluar dari masyarakat itu.
ü  Berusaha untuk meningkatkan keadilan.
ü  Melakukan pemerataan pembangunan dan pendidikan agar bisa bersaing dengan daerah lain.
ü  Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
ü  Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
ü  Menumbuhkan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Manfaat Otonomi Daerah tersebut dapat  berguna untuk:
ü  Pelaksanaan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan Masyarakat di Daerah yang bersifat heterogen dengan cara menerima aspirasi-aspirasi mereka.
ü  Dengan otonomi daerah pemerintah daerah lebih leluasa mengendalikan daerahnya dalam pembangunan daerah itu.
ü  Kebijakan pemerintah daerah akan lebih cocok tujuannya karena lebih tahu karakter dari daerahnya itu sendiri.
ü  Dapat menarik investor dengan keunikan dari suatu daerah tersebut supaya membuka lapangan kerja kepada masyarakat daerah itu.
Menurut Mardiasmo( 2002) ” Perubahan struktual adalah perubahan dari ekonomi tradisional yang subsistem menuju ekonomi yang modern yang berorientasi pada pasar”. Untuk mencapai tujuan itu maka kita perlu memanfaatkan sumber daya dengan baik dan, penguatan teknologi pembagunan sumber daya manusia. Langkah-langkah yang perlu diambil dalam mewujudkan kebijakan itu adalah sebagai berikut :
ü  Memberikan modal kepada pengusaha-pengusaha daerah
ü  Memberikan masyarakat pendidikan untuk mengembangkan kreativitasnya.
ü  Meningkatkan pelayanan pendidikan  dan kesehatan dalam rangka kualitas sumber daya manusia, disertai dengan upaya peningkatan gizi
ü  Kebijakan pengembangan industri harus mengarah pada penguatan industri rakyat yang terkait dengan industri besar. Industri rakyat yang berkembang menjadi industri-industri kecil dan menengah yang harus kuat menjadi tulang punggung industri nasional.
ü  Kebijakan ketenagakerjaan yang mendorong tumbuhnya tenaga kerja yang mandiri sebagai wirausaha baru yang nantinya berkembang menjadi wirausaha kecil dan menengah yang kuat dan saling menunjang.
ü  Pemerataan pembagunan antar daerah. Ekonomi rakyat tersebut tersebar di seluruh penjuru tanah air,
Oleh karena itu pemerataan pembagunan daerah diharapkam mempengaruhi peningkatan pembaguna ekonomi rakyat.
Namun dengan adanya otonomi daerah ini bukan berarti tidak meninggalkan dampak positif dan negatif di dalamnya. Menurut Istiqomah Nurlaila dan Eva Rusiga  Barus dari makalah mereka saya mengutip dampak positif dan negatif nya diantara lain :
1.      Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan hal yang spesial yang dimiliki oleh daerah lokal yang ada di masyarakat masing-masing daerah. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah daerah bisa mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata sehingga juga bisa mendorong perekonomian yang ada di daerah itu. Dengan melakukan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan lebih tepat sasaran, hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah cenderung lebih mengerti keadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-potensi yang ada di daerahnya dari pada pemerintah pusat. Contoh di Maluku dan Papua program beras miskin yang dicanangkan pemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut karena sebagian penduduk disana tidak bisa menkonsumsi beras, mereka biasa menkonsumsi sagu, maka pemeritah disana hanya mempergunakan dana beras miskin tersebut untuk membagikan sayur, umbi, dan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Selain itu, dengan system otonomi daerah pemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu saat itu, tanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat.
2.      Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah lainnya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih sulit mengawasi jalannya pemerintahan di daerah. Otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat memicu perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang mengadakan promosi pariwisata, maka daerah lain akan ikut melakukan hal yang sama seakan timbul persaingan bisnis antar daerah. Selain itu otonomi daerah membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar daerah. Daerah yang kaya akan semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan daerah pendapatannya kurang akan tetap begitu-begitu saja. Hal ini sudah sangat mengkhawatirkan karena ini sudah melanggar pancasila sila ke-lima, yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.





KESIMPULAN
Otonomi daerah adalah suatu wewenang daerah yang diberikan dari pemerintah pusat untuk daerah dalam berperan memberikan kekuasaan untuk bisa membangun daerahnya sendiri untuk bisa membuat masyarakat daerah tersebut lebih sejahtera serta dapat memberikan keleluasaan pemerintah daerah dalam menerima aspirasi rakyatnya agar terciptanya masyarakat madani.
Otonomi daerah ini dapat juga memberikan kesempatan kepada daerah itu untuk membuka kreativitas daerah itu untuk mengembangkan ekonomi daerah tersebut seperti dengan pendidikan sehingga mendorong sektor ekonomi agar masyarakat bisa sejahtera dan otomatis akan mengurangi tindakan kriminal seperti pencurian. Dengan terdorongnya ekonomi daerah itu maka akan memberikan dana kepada daerah untuk melakukan pembangunan-pembangunan yang nantinya akan berguna untuk masyarakat.
Namun dampak negatif dari otonomi daerah ini akan menyebabkan KKN antara para pejabat atasan dan terkadang kebijakan pemerintah itu tidak sesuai kepada masyarakat tersebut. Otonomi daerah ini juga memicu perpecahan karena  adanya persaingan antar daerah yang dapat menodai NKRI karena iri dengan daerah itu yang lebih sukses pembangunannya.
Kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah untuk melakukan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman disintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM). Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah dengan memanfaatkan wilayah yang berpotensi alam nya seperti wisata alam atau danau-danau yang memungkinkan daerah mengolah daerah itu menjadi wilayah yang baik untuk mendongkrak perekonomian daerahnya.
SARAN
Saran saya setelah membaca artikel saya ini dapat memberikan wawasan kita terhadap otonomi daerah itu sendiri serta dapat membuka keperdulian kita kepada daerah untuk maju bersama-sama dalam membangun daerah kita masing secara bersama-sama tanpa adanya persaingan karena kita sadar kita adalah Bhinneka Tunggal Ika. Dalam pembuatan artikel saya ini saya sadar masih banyak kekurangan di dalam penulisan saya sehingga saya berharap ada kritik yang membangun. Setelah membaca artikel saya ini saya harapkan dapat meningkatkan minat baca kepada artikel lain karena artikel saya ini belum sepenuhnya sempurna.




DAFTAR PUSTAKA
_______. 2004. Pengertian Otonomi Daerah. http://otonomidaerah.com/pengertian-otonomi-daerah
Adi, Wijaya. 2005.Otonomi Daerah dan Optimalisasi Sumber Daya Ekonomi. Jakarta:Pusat Penenlitian Ekonomi-LIPI
Atmojo, MW. 2012. Peran Otonomi Daerah dalam Perekonomian Daerah. https://mutosagala.wordpress.com/2012/06/18/peranan-otonomi-daerah-dalam-perekonomian-daerah
Caecario, Alwin. 2012. Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah. http://caecarioz.blogspot.com/2012/06/otonomi-daerah-pembangunan-daerah.html
Kuncoro (2007).Otonomi dan Pembaguan Daerah,Reformasi,Perencanaan,Strategi dan peluang, Jakarta: Penerbit Erlangga
Mardiasmo.2002. Otonomi Daerah Sebagai UpayaMemperkokoh Basis Perekonomian Daerah. Ekonomi Rakyat. Jilid 4, No.3
Nurlaila, I dan Barus, ER. 2014. Perekonomian Indonesia Otonomi Daerah. Yogyakarta: IEU.https://www.academia.edu/8522361/makalah_tentang_otonomi_daerah_dalam_perekonomian_indonesia

Rabu, 18 Maret 2015

Kewenangan Lembaga Eksekutif

KATA PENGANTAR

            Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul kewenangan lembaga eksekutif di masa reformasi.
            Makalah ini berisi tentang kewenangan lembaga eksekutif di masa reformasi yang isinya berasal dari beberapa jurnal, modul, dan buku yang saya baca sebagai bahan referensi dan titik acuan saya dalam membuat makalah ini.
            Saya ucapkan terima kasih kepada bapak Drs.Halking, M.Si sebagai dosen saya beserta para kakak senior yang telah memberi wawasan kepada saya serta menunjukkan sumber-sumber reverensi yang cocok dengan judul makalah yang saya buat ini. Saya juga berterima kasih kepada teman-teman karena dalam membuat makalah ini saya dibantu dalam hal melihat kesilapan dalam pembuatan makalah ini.
            Saya berharap setelah membaca makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan tambahan wawasan sehingga kedepannya makalah ini setidaknya bermanfaat buat kita semua.
            Dalam penulisan makalah ini, saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Saya berharap adanya masukan dan kritikan yang sifatnya membangun agar kedepannya saya bisa lebih bagus lagi.
Medan, 15 November 2014
Penulis

Rachmad Ichsan
3143111036



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ~ 1
DAFTAR ISI ~ 2
BAB I:            A) Latar belakang masalah ~ 3
B) Perumusan masalah ~ 5
C) Tujuan penulisan ~ 5
BAB II: TEORI TENTANG KEWENANGAN LEMBAGA EKSEKUTIF DI MASA REFORMASI    ~ 6
BAB III: I. Kewenangan Presiden sebagai kepala eksekutif setelah UUD 1945 di  amandemen ~ 11
             II. Hubungan kekuasaan lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif ~ 13
            III. Hubungan kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan yudikatif ~ 14
                  IV. Azas Trias Politica terhadap lembaga eksekutif ~ 15
            V.  Fungsi kewenangan lembaga eksekutif di masa reformasi ~ 15
BAB IV : A) Kesimpulan ~ 17
     B) Saran ~ 17
DAFTAR PUSTAKA ~ 18





BABI I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pemerintahan memiliki 2 pengertian menurut A.Ubaedillah dan Abdul rozak dalam buku yang berjudul Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat madani (2013:108-110) yakni kalau dari arti luas yaitu pemerintahan yang meliputi keseluruhan lembaga kenegaraan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) dan kalau dalam arti sempit yaitu pemerintahan dengan fungsi lembaga eksekutif saja. Di dalam hal ini yang akan di bahas adalah pemerintahan yang hanya dengan fungsi lembaga eksekutif.
Di negara-negara demokratis, lembaga eksekutif terdiri dari kepala negara, seperti raja, perdana menteri, atau presiden, beserta menteri-menterinya. Dalam sistem presidensial seperti halnya negara Indonesia saat ini, menteri-menteri merupakan pembantu presiden dan langsung dipimpin olehnya, sedangkan kalau parlementer para menteri dipimpin oleh para perdana menteri.
Kekuasaan eksekutid diartikan sebagai kekuasaan yang dikait-kaitkan dengan penyelenggaraan atau pengadaan kemauan negara dan pelaksanaan dari Undang-Undang. Dalam negara demokratis, kemauan negara dinyatakan melalui undang-undang. Maka tugas utama dari lembaga eksekutif adalah menjalankan Undang-undang. Kekuasaan atau kewenangan lembaga eksekutif mencakup beberapa bidang yakni:
ü  Diplomatik, yakni menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara- negara lain.
ü  Administratif, yakni melaksanakan undang-undang serta peraturan-peraturan lain dan menyelenggarakan administrasi negara.
ü  Militer, yakni mengatur angkata bersenjata, menyelenggarakan perang, serta digunakan sebagai alat keamanan dan pertahanan suatu negara sehingga masyarakat bisa hidup tentram.
ü  Yudikatif, yakni memberikan grasi, amnesti, dan sebagainya
ü  Legislatif, yakni membuat rancangan undang-undang yang diajukan ke lembaga-lembaga legislatif, dan membuat peraturan-peraturan.
Dalam ketatanegaraan di Indonesia, sebagaimana pada UUD 1945 bahwa kekuasaan eksekutif dilakukan oleh presiden yang dibantu oleh wakil presiden yang dalam melakukan kewajiban negara, seperti yang tercantum dalam pasal 1, presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Namun saat dilakukannya amandemen ke tiga yakni pada tahun 2001 menurut pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945, presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Adapun, sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh para Majelis Permusyawaratan Rakyat atau yang lebih di kenal sebagai MPR. Sebagai kepala negara Presiden adalah lambang dari negara Indonesia di dunia. Sebagai kepala pemerintahan juga presiden itu dibantu oleh para menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari.
Adapun kewenangan-kewenangan, kewajiban, dan pihak presiden sebagai kepala eksekutif di masa reformasi antara lain yakni:
a)      Memegang kekuasaan menurut Undang-Undang Dasar 1945
b)      Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
c)      Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR. Lalu presiden akan melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas Rancangan Undang- Undang bersama DPR serta mengesahkan Rancangan Undang-Undang tersebut menjadi sebuah Undang-Undang.
d)     Menetapkan peraturan pemerintah.
e)      Mengangkat dan memberhentikan para menteri
f)       Membuat persetujuan dan perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan oleh DPR.
g)      Mengangkat duta dan konsul serta menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan dari DPR.
h)      Memberi Grasi, Rehabilitasi, amnesti, dan abolisi.
i)        Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan Undang-Undang.


B.     Perumusan Masalah
1.      Bagaimanakah kekuasaan atau kewenangan presiden sebagai kepala eksekutif dalam perancangan undang-undang setelah perubahan undang-undang dasar 1945?
2.      Bagaimana hubungan kekuasaan antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif ?
3.      Bagaimana hubungan antara kekuasaan lembaga eksekutif dengan kembaga yudikatif?
4.      Bagaimana azas trias politica tentang lembaga eksekutif tersebut?
5.      Apa saja fungsi kekuasaan atau kewenangan lembaga eksekutif di masa reformasi?
C.     Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa besar kewenangan lembaga eksekutif pada era reformasi sekarang, lalu agar kita mengetahui bagaimana kewenangan lembaga eksekutif pada era orde lama dahulu sehingga kita bisa menambah wawasan kita terkait dengan masa-masa yang telah di lalui lembaga eksekutif. Tujuan dari penulisan makalah ini juga tak lepas untuk memberikan gambaran kewenangan eksekutif sehingga kalau saat ini kita tidak tahu apa saja yang menjadi kewenangan tersebut, lalu kita bisa tahu setelah membaca makalah ini.





BAB II
TEORI TENTANG KEWENANGAN LEMBAGA EKSEKUTIF DI MASA REFORMASI
            Menurut teori trias politica yang dimaksud oleh montesquie yang terdiri dari tiga cabang kekuasaan dalam suatu negara yakni (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Yang akan saya bahas disini adalah lembaga eksekutif nya. Menurut suwarno (2012:65) legislatif itu digambaran sebagai pemerintah. Pemerintah disini berarti presiden dan wakil presiden yang menjadi kepala negara dan sekaligus kepala eksekutif di suatu negara. Di dalam suatu negara demokratis dipilih oleh para rakyatnya. Lembaga eksekutif di masa reformasi sekarang ini bukan hanya menguasai tentang eksekutif saja namun juga menguasai kekuasaan legislatif (Romi Librayanto 2008:79). Ini terjadi karena pasca amandemen Undang-Undang Dasar 1945.
            Kalau kita lihat dari sudut pandang kewenangan presiden dapat dikatakan bahwa ia memiliki kewenangan yang sangat dominan dalam ketentua Undang-Undang Dasar 1945 setelah terjadi empat kali amandemen. Fakta-fakta yang ada di atas ada dalam rapat apada proses amandemen perubahan Undang-Undang Dasar 1945 di Majelis Permusyawaratan Rakyat.
            Pada rapat pleno ke 27 PAH I BP-MPR pada 11 September 2001 ketika membahas tentang kekuasaan negara disebutkan bahwa “kekuasaan pemerintah negara” atau “kekuasaan eksekutif”. Alihardi Kiaidemak dari Fron partai PPP saat itu ia berkata bahwa “Berbicara mengenai bab III kekuasaan Pemerintahan Negara, memang dalam perkembangan teori pemerintahan saat ini, pemerintahan dalam arti luas yaitu mencakup kalau kita mengacu pada teori trias politica yang diungkapkan oleh Montesquieu yaitu mencakup eksekutif, legislatif dan yudikatif, namun pemerintahan dalam arti sempit itu adalah Eksekutif, ... Oleh karena itu apa yang dikemukakan oleh tim ahli sebenarnya perlu kita pertimbangkan namun demikian kita harus rangkaikan dengan bab-bab yang lainnya, misalnya kemarin dari istilah Legislatif, ini di karenakan mengapa kita menghindar kekuasaan legislatif karena masih ada benturan dari pemikiran mengenai MPR yang hanya sebagai legislatif atau lembaga tertinggi. Sekarang dengan kekuasaan pemerintah negara seperti ini mengindikasikan dalam arti luas sehingga kalau kita lihat dari tim ahli, ketika pasal 4 dia mengatakan kekuasaan pemerintah negara itu mengindikasikan dalam arti yang luas, karena kekuasaan pemerintah negara memang melampaui kewenangan eksekutif saja. Dia juga punya hak yudikatif yang menyangkut grasi, amnesti, dan seterusnya, sehingga kalau kita dari tim ahli maka akan bisa kita lihat kalau kekuasaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang di laksanakan oleh presiden, karena Undang-Undang Dasar 1945 membatasi kekuasaan presiden maka tidak seluruh kekuasaan yudikatif itu ada di presiden, dan hanya sebagian kecil juga kekuasaan legislatif ada di presiden. Sehingga masih di batasi oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam pelaksanaan presiden terhadap kekuasaan pemerintahan negara, walaupun kekuasaan pemerintah negara itu luas mencakup legislatif dan yudikatif”.
            Lalu tim ahli dari bidang Hukum dan Politik BP-MPR. Jimly Asshiddiqie menguraikan bahwa “ cabang kekuasaan legislatif tetap berada di Majelis Permusyawaratan Rakyat, akan tetapi majelis ini terdiri dari dua lembaga perwakilan yang sederajat dengan lembaga negara yang lain. Untuk melengkapi tugas-tugas dalam pengawasan, di samping lembaga legislatif, dibentuk pula Badan Pemeriksa Keuangan. Cabang kekuasaan eksekutif berada di tangan presiden dan wakil presiden. Untuk memberikan nasehat dan saran kepada presiden dan wakil presiden, dibentuk pula Dewan Pertimbangan Agung. Sedangkan cabang kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung yang terdiri dari Mahkamah Konstitusi dan Makhamah Kasasi, ... Ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, itu semua sama sederajat dan saling mengontrol satu sama lain sesuai dengan prinsip. Dengan adanya prinsip ini, maka kekuasaan negara dapat di kontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga penyalah gunaan kekuasaan oleh aparat penyeenggara negara dapat di tanggulangi dan dicegah dengan sebaik-baiknya.
            Dari pendapat para ahli di atas maka dapat kita ketahui bahwa kedudukan presiden memang diinginkan kuat atau dominan dalam memberikan kewenangan yang sangat besar yang tidak hanya di wilayah eksekutif saja melainkan juga menembus batas legislatif dan yudikatif.
            Dominasinya presiden ini, bisa kita lihat pada mekanisme pembuatan Undang-Undang dan perpu yang menunjukkan bahwa kekuasaan Presiden masih mendominasi cabang-cabang kekuasaan yang lainnya. Begitun pula, Presiden memiliki wewenang untuk menolak Rancangan Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Rakyat. Dan apabila Presiden mengusulkan Rancangan Undang-Undang dan DPR menolaknya maka presiden masih memiliki kewenangan yang lainnya yaitu perpu. Jadi, Perpu di sini memiliki kekuasaan oleh Presiden untuk melakukan keinginang-keinginan politiknya. Jadi walaupun DPR menolak keinginan presiden tersebut masih ada perpu yang setidaknya melakukan keinginan politik presiden dalam beberapa tahun kedepan. Belum lagi mekanisme pencabutan perpu berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 itu mekanismenya belum jelas. Harun Alrasid juga pernah mengatakan bahwa sebenarnya perpu itu adalah Rancangan Undang-Undang karena belum pernah perpu yang ditolak oleh DPR.
            Dalam diktat ilmu politik halaman 125 lembaga eksekutif menurut Miriam Budiharjo pada bukunya tahun 1977 halaman 209-210 mengatakan bahwa kekuasaan kewenangan lembaga ini meliputi: (1) Diplomatik yakni melaksanakan hubungan dengan negara lain (2) administratif yakni melaksanakan undang-undang serta peraturan-peraturan dalam melaksanakan administrasi negara. (3) Militer yakni mengatur keamanan dan pertahanan negara (4) yudikatif yakni memberi grasi, amnesti dan sebagainya (5) Legislatif yakni merencanakan rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang-undang.
            Kita bisa saja memberhentikan presiden dan wakilnya sesuai dengan UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi “Presiden dan/ atau Wakil Presiden dapa diberhentikan dalam masa jabatannya . . .,baik telah terbukti melakukan pelanggaran hukum . . ., ataupun perbuatan tercela maupun apabila tidak lagi memenuhi syarat. . .” namun hal ini membuktikan masih ada kekurangan di undang-undang itu menurut Bagir Maman yang menyatakan bahwa dalam bahasa hukum, kata dapat itu menunjukkan sesuatu yang tidak impretif, boleh ya atau juga tidak.
            Romi Librayanto (2008:86-88) berpendpat bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 setelah mengalami empat kali amandemen terlihat sekali bahwa kekuasaan presiden terhadap cabang kekuasaan yang lainnya. Tentu saja ini sangan bertentangan dengan teori Trias Politica yang pada hakikatnya adalah pembatasan kekuasaan.
            Teori tentang Trias Politica yang dikembangkan oleh Montesquieu menyatakan bahwa “segala sesuatu akan berakhir seandainya orang atau lembaga yang sama, entah bangsawan entah rakyat jelata, menjalankan ketiga kekuasaan itu, yaitu kekuasaan untuk memberlakukan hukum, menjalankan keputusan rakyat dan mengadili perkara perseorangan”
            Salah satu kewenangan lembaga eksekutif di masa reformasi yaitu dalam hal militer untuk urusan mempertahankan dan menjaga keamanan. Hal ini dipercayakan oleh lembaga eksekutif, angkatan bersenjata itu harus dibentuk oleh lembaga legislatif, dalam melakukan hal ini lembaga legislatif juga harus mempunyai hak dalam membubarkan mereka segera apabila kekuasaan menghendakinya. Namun ketika sebuah pasukan telah di bentuk maka tidak bisa bergantung langsung dengan lembaga legislatif, melainkan pada kekuasaan eksekutif karena hal ini para pasukan tersebut lebih kepada tindakan bukan pertimbangan.
            Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, [Pasal 6A (1)] Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.(Pasal 7). ( Modul Syawal gultom 2012: 2)
Menurut Syawal gultom dalam modul yang saya dapat dari internet(2012 : 2-4) mengemukakan kewenangan Presiden dan Wakil Presiden sebagai kepala lembaga eksekutif mempunyai wewenang, hak dan kewajiban sebagai berikut:
1) Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD Pasal 4 (1);
2) Berhak mengajukan RUU kepada DPR Pasal 5 (1);
3) Menetapkan peraturan pemerintah Pasal 5 (2);
4) Memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan
peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa
dan Bangsa Pasal 9 (1);
5) Memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU Pasal
(10);
6) Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain dengan persetujuan DPR Pasal 11 (1);
7) Membuat perjanjian internasional lainnya… dengan persetujuan DPR
Pasal 11 (2);
8) Menyatakan keadaan bahaya Pasal 12;
9) Mengangkat duta dan konsul Pasal 13 (1). Dalam mengangkat duta,
Presiden memperhatikan pertimbangan DPR Pasal 13 (2);
10) Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan DPR Pasal 13 (3);
11) Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
MA Pasal 14 (1);
12) Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
DPR Pasal 14 (2);
13) Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang
diatur dengan UU Pasal 15;
14) Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
nasihat dan pertimbangan kepada Presiden Pasal 16;
15) Pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri Pasal 17 (2);
16) Pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR
Pasal 20 (2) serta pengesahan RUU Pasal 20 (4);
17) Hak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU dalam
kegentingan yang memaksa Pasal 22 (1);
18) Pengajuan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD Pasal 23 (2);
19) Peresmian keanggotaan BPK yang dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD Pasal 23F (1);
20) Penetapan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh KY dan
disetujui DPR Pasal 24A (3);
21) Pengangkatan dan pemberhentian anggota KY dengan persetujuan
DPR Pasal 24B (3);
22) Pengajuan tiga orang calon hakim konstitusi dan penetapan sembilan
orang anggota hakim konstitusi Pasal 24C (3).





BAB III
PEMBAHASAN

       I.            Kewenangan Presiden sebagai kepala eksekutif setelah UUD 1945 di amandemen
Kalau kita melihat sejenak ke belakang pada saat periode demokrasi parlementer yaitu sekitar tahun 1950-1959 menurut suwarno (2012:60) ia berpendapat bahwa presiden Soekarno yang kala itu sebagai kepala eksekutif kekuasaannya relatif lemah. Hak dan kebebasan warga negara jarang di langgar. Namun dengan seiring berjalannya waktu pada periode demokrasi terpimpin pada tahun 1959-1965 kekuasaan presiden semakin kuat, sebagaimana menurut suwarno (2012:65-67) pada saat periode demokrasi terpimpin saat itu ditandai dengan:
·         Pertama, kekuasaan presiden Soekarno semakin besar, tidak hanya dalam bidang eksekutif, tapi juga legislatif dan yudikatif. Hal ini bisa di lihat dari pada tanggal 20 Maret 1960 Presiden Soekarno membubarkan parlemen DPRS dan di ganti dengan DPRGR. Lalu juga pembubaran partai Masyumi pada 1960
·         Kedua itu adalah kekuasaan unsur militer telah mulai masuk dalam pemerintahan. Hal ini dapat di lihat banyaknya tokok perwira militer yang diangkat menjadi anggota DPRGR.
Namun pada saat periode reformasi pada tahun 1998- sekarang yang di tandai dengan jatuhnya Soeharto pada 22 Mei 1998 yang menjadi di angkatnya presiden B.J.Habibie perspektif kekuasaan politik ternyata menunjukkan kekuasaan yang cepat.
Romi (2008:68) dalam UUD 1945 setelah amandemen kewenangan presiden itu antara lain: (1) Memegang kekuasaan  pemerintahan menurut UUD pada pasal 4 ayat 1 yang berbunyi “ Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Romi berpendapat bahwa sebenarnya ini bukanlah kewenangan tapi adalah dasar bagi adanya kewenangan dalam menjalankan kekuasaan pemerintah. (2) Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR pada pasal 5 ayat 1 yang berbunyi “Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat” .(3) Menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang pada pasal 5 ayat 2 yang berbunyi “presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagai mana mestinya” .(4) mengusulkan dua calon Wakil Presiden kepada MPR, dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden pasal 8 ayat 2 pada perubahan ke 3 yang berunyi “Dalam hal terjadi kekosongan wakil presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih wakil presiden dari 2 calon yang di usulkan oleh presiden”. (5) Memegang kekuasaan yang tertinggi ata Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara pasal 10 yang berbunyi “presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara” menurut romi ini bukan kewenangan melainkan dasar pijakan untuk melakukan hal yang berhubungan dengan Angkatan Darat, Laut dan Udara .(6) Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR pasal 11 ayat 1 yang berbunyi “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain” .(7) Membuat perjanjian internasional tertentu dengan persetujuan DPR. Mengacu pada pasal 11 ayat 2 yang berbunyi “presiden dalam membut perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/ atau mengharuskan perubahan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat” .(8) Menyatakan keadaan bahaya pasal 12 yang berbunyi “Presiden menyatakan bahaya, syarat dan ketentuan bahaya ditetapkan dengan undang-undang” .(9) Mengangkat duta dan menerima penempatan duta negara lain, memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR pasal 13 ayat 2 dan 3 serta pasal 14 ayat 2. (10) mengangkat konsul pasal 13 ayat 1. (11) Memberikan grasi dan rehabilitas dengan mempertimbangkan Ma pasal 14 ayat 1. (12) Memberi gelar, Tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan pasal 15. (13) Membentuk suatu dewan pertimbangan pasal 16. (14) mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri pasal 16. (15) membahas dn menyetujui bersama DPR setiap rancangan undang-undang pasal 20 ayat 2. (16) Mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama DPR untuk menjadi Undang-Undang pasal 20 ayat 4. (17) Menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti Unfang-Undang pasal 22 ayat 1. (18) mengajukan RUU APBN pasal 23 ayat 2. (19) Meresmikan anggota BPK pasal 23F ayat 1. (20) Menetapkan calon hakim agung sebagai hakim agung pasal 24A ayat 3. (21) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR pasal 24B ayat 2. (22) mengangkat 3 orang calom hakim konstitusi pasal 24C ayat 3.
    II.            Hubungan kekuasaan lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif
Pada pasal 22D ayat 2 menggambarkan hubungan antara presiden, DPR, dan DPD dalam hal membahas rancangan undang-undang tertentu. Rancangan Undang Undang tertentu itu adalah rancangan undang-undang yang dapat diajukan oleh DPD  ke DPR. Dalam pembahasan rancangan undang-undang tersebut kedudukan DPR dan Presiden sama kuat sesuai dengan mekanisme pembentukan undang-undang yang diatur pada pasal 20. Sementara itu kedudukan DPD lebih lemah jika dibandingkan dengan dpr dan presidem karena DPD tidak memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan/ penolakan terhadap Rancanga Undang-Undang.
Namun pada pasal 23 ayat 2 menunjukkan hubungan antara Presiden, DPR dan DPD dalam hal penetapan anggaran pendapatan belanja negara. Mekanisme penetapan anggaran pendapatan dan belanja negara berawal dari Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang anggaran  pendapatan negara kepada DPR untuk dibahas bersama. Dibahas bersama maksudnya ialah dibahas oleh DPR dan presiden, yang mana DPR memperhatikan pertimbangan DPD. Apabila DPR tidak setuju rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan presiden, maka pemerintah melakukan anggaran belanja dan pendapatan negara yang tahun lalu. Sama seperti pembahasan mengenai DPD sebelumnya, yaitu kedudukan DPD sangat lemah dalam melaksanakan kewenangannya. Dalam pembahasan rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh presiden. Dalam membahas rancangan undang-undang anggaran belanja negara dan pendapatan negara kedudukan terkuat ada di DPR. DPR dapat menyatakan tidak setuju terhadap rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara yang diajukan oleh presiden. Sebaliknya, Presiden tidak memiliki mekanisme untuk mempertahankan rancangan undang-undang anggaran pendapata dan belanja negara yang diusulkan jika DPR menolak. Satu-satunya yang dapat dijalankan oleh presiden adalah menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun lalu.
Pada pasal 23 F ayat 1 juga dijelaskan hubungan kewenangan antara lembaga eksekutif dan legislatif dimana pada pasal ini menjelaskan hubungan antara DPR, DPD, dan presiden dalam hal pengisian anggota BPK. Mekanisme ini memperhatikan dominasi DPR atas kedua lembaga lainnya ( DPD dan Presiden). DPR memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Pasal ini juga memperhatikan kedudukan DPD yang sangat lemah dalam struktur kenegaraan Indonesia, karena seperti beberapa rumusan pasal lain yang berhubungan dengan DPD, pada pasal ini pun menggunakan rumusan “memperhatikan pertimbangan”. Sedangkan presiden tak punya weweang  sedikitpun dalam hal pemilihan anggota BPK, selain hanya melakukan tindakan administratif, yaitu meresmikan anggota BPK terpilih.
 III.            Hubungan kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan yudikatif
Pada pasal 14 ayat 1 di jelaskan bahwa mekanisme pemberian grasi dan rehabilitas oleh presiden, sama dengan pasal 14 ayat 2 yang mengatur mengenai mekanisme pemberian amnesti dan abdolisi oleh presiden. Grasi adalah kewenangan presiden memberikan pengampunan dengan cara meniadakan atau mengubah atau mengurangi pidana bagi seseorang yang dijatuhi pidana dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Amnesti adalah kewenangan presiden yang meniadakan sifat pidna ata perbuatan seseorang atau kelompok orang. Abolisi adalah lewenangan presiden untuk meniadakan penuntutan. Seperti halnya grasi, abolisi ini tidak dapat menghapuskan pidana dalam suatu perbuatan, tetapi prsiden dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu menetapkan agar tidak diadakan penuntutan atas perbuatan pidana tersebut. perbedaan dengan grasi adalah grasi diberikan setelah proses peradilan selesai dan pidana yang di jatuhkan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan pada abolisi proses yudisial seperti penuntutan dan peradilan belum dijalankan. Rehabilitasi adalah kewenangan presiden mengembalikan atau pengambilan pada kedudukan atau keadaan semula, seperti sebelum seseorang dijatuhi pidana atau dikenai pidana.
Perubahan pasal ini di maksudkan oleh presiden sebagai kepala eksekutif dalam memberikan grasi,amnesti,abolisi dan rehabilitasi mendapat masukan dari lembaga yang tepat sesuai dengan fungsinya. Mahkamah Agung memberikan pertimbangan dalam hal pemberian grasi dan rehabilitasi dari pelaksanaan fungsi yudikatif. MA sebagai lembaga peradilan memberikan pertimbangan kepada presiden.
Sedangkan DPR memberikan pertimbangan dalam hal pemberian amnesti dan abolisi karena didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan politik. Oleh karena itu, DPR sebagai lembaga perwakilan politik kenegaraan adalah lembaga negara paling tepat untuk memberikan pertimbangan pada presiden.
Adanya pertimbangan dari MA sebagai perwakilan dari lembaga yudikatif dan DPR dari lembaga Legislatif ditujukan untuk saling mengontrol dan memantau satu sama lain antara presiden, MA, dan DPR sebagai salah satu lembaga negara. Apabila di lihat dari pasal 14 ayat 1 dan 2 nampak sekali kalau kedudukan DPR dan MA itu lebih lemah daripada presiden.
 IV.            Azas Trias Politica terhadap lembaga eksekutif
Menurut teori trias politica yang dimaksud oleh montesquie yang terdiri dari tiga cabang kekuasaan dalam suatu negara yakni (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Yang akan saya bahas disini adalah lembaga eksekutif nya. Menurut suwarno (2012:65) legislatif itu digambaran sebagai pemerintah. Pemerintah disini berarti presiden dan wakil presiden yang menjadi kepala negara dan sekaligus kepala eksekutif di suatu negara. Di dalam suatu negara demokratis dipilih oleh para rakyatnya. Lembaga eksekutif di masa reformasi sekarang ini bukan hanya menguasai tentang eksekutif saja namun juga menguasai kekuasaan legislatif (Romi Librayanto 2008:79). Ini terjadi karena pasca amandemen Undang-Undang Dasar 1945.
            Kalau kita lihat dari sudut pandang kewenangan presiden dapat dikatakan bahwa ia memiliki kewenangan yang sangat dominan dalam ketentua Undang-Undang Dasar 1945 setelah terjadi empat kali amandemen. Fakta-fakta yang ada di atas ada dalam rapat apada proses amandemen perubahan Undang-Undang Dasar 1945 di Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Namun pada kenyataannya sebenarnya kekuasaan lembaga eksekutif di negara kita ini telah melanggar azas trias politica yang telah dicetuskan oleh meontesquieu. Azas trias politica yang dicetuskan montesquieu dimaksudkan sebagai pembatasan kekuasaan, namun di negara kita malah lembaga eksekutif memiliki kewenangan di dalam 3 lembaga negara tersebut. ini jelas melanggar azas trias politica karena tidak adanya pembatasan kekuasaan walaupun yang di kuasai oleh lembaga eksekuti hanya sebagian kecil pada lembaga legislatif dan yudikatif.
Namun menurut Romi (2008:116) ia berpendapat bahwa katanya pada Pasal 20 ayat 2 yang dimaksud dengan ketentuan bersama itu adalah pemahaman bersama maksudnya mengandung arti bahwa sesungguhnya kekuasaan Undang-undang itu tetap di pegang oleh Presiden dan DPR. Tentu saja hal ini memperlihatkan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 jauh dari konsep trias politica.
    V.            Fungsi kewenangan lembaga eksekutif di masa reformasi
Salah satu yang saya kutip dari diktat ilmu politik (2014:124) bahwa meenurut Hunt dan Colander (Karim, 1997 : 22) fungsi dari pemerintah adalah (1) Memelihara tatanan interval dan keamanan eksternal. (2) Menjamin keadilan di negara tersebut. (3) Melindungi kebebasan individu (4) mengatur tindakan individu (5) menunjukkan kesejahteraan umum.
Fungsi pemerintahan dalam melakukan kesejahteraan umum, khususnya fungsi pemerintahan dalam ekonomi meliputi empat peranan yaitu pengarahan ekonomi, pengaturan kegiatan ekonomi swasta, retribusi pendapatan dan pengadaan barang dan jasa yang menjadi kepentingan umum. Pengarahan ekonomi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat dapat dilakukan secara tidak langsung maupun langsung. Contoh secara langsung itu pengusaha melakukan kebijakannya. Contoh secara tak langsung itu kebijakan penerimaan dan pengeluaran negara.
Pengaturan kegiatan ekonomi swasta, terutama untuk mengontrol monopoli dan mengatur akibat yang di timbulkan dari kegiatan ekonomi terhadap pihak lain, diluar faktor produksi baik berdampak positif maupun negatif. Contoh dampak negatif adalah polusi oleh pabrik. Contoh dampak positif adalah memberi subsidi pupuk pada petani.
Retribusi pendapatan tersebut bertujuan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar penduduk dan mengurangi kepincangan pendapatan dalam masyarakat. Bidang-bidang yang menjadi bagian tujuan retribusi adalah pendidikan, kesehatan, transportasi umum dll. Peran pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa publik, misalnya pertahanan dan keamanan, sistem transportasi dan pelayanan pos. Penentuan barang dan jasa yang termasuk kepentingan umum, ditentukan oleh sistem ekonomi masyarakat negara dan lingkup dan intensitas permasalahan dan yang dihadapi masyarakat negara.


BAB IV
PENUTUP
a)      Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah saya adalah kekuasaan lembaga eksekutif sangat luas cakupannya hingga melewati batas eksekutif, bahkan sampai dengan yudikatif dan legislatif. Hal ini bertentangan dengan trias politica yang menjelaskan tentang pembatasan kekuasaan.Undang-Undang Dasar 1945 sangat jauh berbeda dengan trias politica itulah yang menyebabkan azas tersebut bertentangan dengan sistem ketatanegaraan di indonesia saat ini. Sejarah kekuatan wewenang lembaga eksekutif dari periode ke periode pemerintahan indonesia semakin lama semakin kuat. Hal ini karena perubahan cara pemikiran setiap orang dari masa ke masa sehingga memunculkan ide-ide baru untuk bisa membuat yang lebih baik lagi.
Namun dibalik perbedaan antara Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dengan trias politica ada sisi positifnya yakni di Indonesia ketiga lembaga negara tersebut saling mengontrol dan mengawasi satu sama lain sehingga walaupun belum berjalan sempurna cara kerja mereka namun sudah termasuk baik dalam melaksanakan kenegaraan negara kita ini.
Kekuatan eksekutif di indonesia sangat menonjol dan diakui karena kita dapat melihat di dalam makalah ini kekuasaan presiden sebagai kepala eksekutif ia dapat membuat undang-undang yakni tugas dari lembaga legislatif namun juga harus dengan persetujuan DPR.
Kalau dengan lembaga yudikatif presiden dapat memberikan grasi, amnesti, rehabilitasi dll dalam hal mengadili dan itupun harus sesuai dengan perngkoreksian oleh Mahkamah Agung.
Kekuatan presiden sangat menonjol contohnya dalam membuat perpu. Apabila saat rancangan undang-undang ditolak oleh DPR, maka presiden dapat melakukan pengeluaran perpu yang dapat memuaskan hak politiknya.

b)      Saran
Saran saya setelah membaca makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas lagi mengenai lembaga eksekutif khusus nya dan dapat memberikan ilmu juga lah kepada kita agar sekiranya dapat berguna bagi kita di kemudian hari. Saran saya juga sekiranya yang membaca makalah ini dapat memberikan masukan yang membangun lah dan memberikan keritikan agar kemudian saya dapat menulis dengan lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA

Budiharjo, Miriam. 1985.  Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia.
Choir, Moch Abdul. 2012. Jurisprudence,Vol. 1, N o.1. Juli 2012 : 1-215. Partisipasi Legislasi Lembaga Legislatif Dan Lembaga Eksklusif Dalam Penyusunan Peraturan Daerah (Studi di Kabupaten Rembang).
Gultom, Syawal. 2012. Materi, Struktur, Konsep, dan Keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta.
Halking dan Mukmin, Budi Ali. 2014. Memahami dasar-dasar ilmu politik. Medan.
Librayanto, Romi. 2008. Trias Politica Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Makassar : PuKAP-Indonesia.
Mukhlis. 2011. FH.UNISBA. VOL. XIII. NO. 1 Maret 2011. Kewenangan Lembaga Lembaga Negara Dalam Memutuskan dan Menafsirkan Uud Setelah Amandemen Keempat Undang-Undang Dasar 1945. Nanggro Aceh Darusalam.
Musmuliadin. 2013. Tugas Dan Kewenangan Wakil Presiden Dalam Sistem Presidensil Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mataram : Fakultas Hukum Universitas Mataram.
Nuraini, Siti. 2006. Jurnal Madani Edisi I. Hubungan Eksekutif Dan Legislatif Di Era Otonomi Daerah.
Suawno. 2012. Sejarah Politik Indonesia Modern. Yogyakarta : Ombak.
Wantu, Sastro M. Memperkuat Fungsi Legislasi DPRD Sebagai Format Policy Dalam Euphoria Otonomi Daerah.
Yulimasni. 2007. Pergeseran Kekuasaan Presiden Dalam Pembentukan Undang-Undang Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Padang : Universitas Andalas.