KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya saya bisa menyelesaikan makalah
yang berjudul kewenangan lembaga eksekutif di masa reformasi.
Makalah ini berisi tentang
kewenangan lembaga eksekutif di masa reformasi yang isinya berasal dari
beberapa jurnal, modul, dan buku yang saya baca sebagai bahan referensi dan
titik acuan saya dalam membuat makalah ini.
Saya ucapkan terima kasih kepada
bapak Drs.Halking, M.Si sebagai dosen saya beserta para kakak senior yang telah
memberi wawasan kepada saya serta menunjukkan sumber-sumber reverensi yang
cocok dengan judul makalah yang saya buat ini. Saya juga berterima kasih kepada
teman-teman karena dalam membuat makalah ini saya dibantu dalam hal melihat
kesilapan dalam pembuatan makalah ini.
Saya berharap setelah membaca
makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan tambahan wawasan
sehingga kedepannya makalah ini setidaknya bermanfaat buat kita semua.
Dalam penulisan makalah ini, saya menyadari bahwa masih
banyak kekurangan. Saya berharap adanya masukan dan kritikan yang sifatnya
membangun agar kedepannya saya bisa lebih bagus lagi.
Medan, 15
November 2014
Penulis
Rachmad Ichsan
3143111036
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ~ 1
DAFTAR
ISI ~ 2
BAB
I: A) Latar belakang masalah ~
3
B)
Perumusan masalah ~ 5
C)
Tujuan penulisan ~ 5
BAB
II: TEORI TENTANG KEWENANGAN LEMBAGA EKSEKUTIF DI MASA REFORMASI ~ 6
BAB
III: I. Kewenangan Presiden sebagai kepala eksekutif setelah UUD 1945 di amandemen ~ 11
II. Hubungan kekuasaan lembaga eksekutif
dengan lembaga legislatif ~ 13
III. Hubungan
kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan yudikatif ~ 14
IV. Azas Trias Politica terhadap lembaga eksekutif ~ 15
V. Fungsi kewenangan lembaga eksekutif di masa
reformasi ~ 15
BAB
IV : A) Kesimpulan ~ 17
B) Saran ~ 17
DAFTAR
PUSTAKA ~ 18
BABI
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pemerintahan memiliki 2 pengertian
menurut A.Ubaedillah dan Abdul rozak dalam buku yang berjudul Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat
madani (2013:108-110) yakni kalau dari arti luas yaitu pemerintahan yang
meliputi keseluruhan lembaga kenegaraan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif)
dan kalau dalam arti sempit yaitu pemerintahan dengan fungsi lembaga eksekutif
saja. Di dalam hal ini yang akan di bahas adalah pemerintahan yang hanya dengan
fungsi lembaga eksekutif.
Di negara-negara demokratis, lembaga
eksekutif terdiri dari kepala negara, seperti raja, perdana menteri, atau
presiden, beserta menteri-menterinya. Dalam sistem presidensial seperti halnya
negara Indonesia saat ini, menteri-menteri merupakan pembantu presiden dan
langsung dipimpin olehnya, sedangkan kalau parlementer para menteri dipimpin
oleh para perdana menteri.
Kekuasaan eksekutid diartikan sebagai
kekuasaan yang dikait-kaitkan dengan penyelenggaraan atau pengadaan kemauan
negara dan pelaksanaan dari Undang-Undang. Dalam negara demokratis, kemauan
negara dinyatakan melalui undang-undang. Maka tugas utama dari lembaga
eksekutif adalah menjalankan Undang-undang. Kekuasaan atau kewenangan lembaga
eksekutif mencakup beberapa bidang yakni:
ü Diplomatik,
yakni menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara- negara lain.
ü Administratif,
yakni melaksanakan undang-undang serta peraturan-peraturan lain dan
menyelenggarakan administrasi negara.
ü Militer,
yakni mengatur angkata bersenjata, menyelenggarakan perang, serta digunakan
sebagai alat keamanan dan pertahanan suatu negara sehingga masyarakat bisa
hidup tentram.
ü Yudikatif,
yakni memberikan grasi, amnesti, dan sebagainya
ü Legislatif,
yakni membuat rancangan undang-undang yang diajukan ke lembaga-lembaga
legislatif, dan membuat peraturan-peraturan.
Dalam ketatanegaraan di Indonesia, sebagaimana
pada UUD 1945 bahwa kekuasaan eksekutif dilakukan oleh presiden yang dibantu
oleh wakil presiden yang dalam melakukan kewajiban negara, seperti yang
tercantum dalam pasal 1, presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Namun
saat dilakukannya amandemen ke tiga yakni pada tahun 2001 menurut pasal 6A
Undang-Undang Dasar 1945, presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat. Adapun, sebelum amandemen Undang-Undang
Dasar 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh para Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau yang lebih di kenal sebagai MPR. Sebagai kepala
negara Presiden adalah lambang dari negara Indonesia di dunia. Sebagai kepala
pemerintahan juga presiden itu dibantu oleh para menteri-menteri dalam kabinet,
memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan
sehari-hari.
Adapun kewenangan-kewenangan, kewajiban,
dan pihak presiden sebagai kepala eksekutif di masa reformasi antara lain
yakni:
a) Memegang
kekuasaan menurut Undang-Undang Dasar 1945
b) Memegang
kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara.
c) Mengajukan
rancangan undang-undang kepada DPR. Lalu presiden akan melakukan pembahasan dan
pemberian persetujuan atas Rancangan Undang- Undang bersama DPR serta
mengesahkan Rancangan Undang-Undang tersebut menjadi sebuah Undang-Undang.
d) Menetapkan
peraturan pemerintah.
e) Mengangkat
dan memberhentikan para menteri
f) Membuat
persetujuan dan perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan oleh DPR.
g) Mengangkat
duta dan konsul serta menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan dari DPR.
h) Memberi
Grasi, Rehabilitasi, amnesti, dan abolisi.
i)
Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda
kehormatan lainnya yang diatur dengan Undang-Undang.
B. Perumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
kekuasaan atau kewenangan presiden sebagai kepala eksekutif dalam perancangan
undang-undang setelah perubahan undang-undang dasar 1945?
2. Bagaimana
hubungan kekuasaan antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif ?
3. Bagaimana
hubungan antara kekuasaan lembaga eksekutif dengan kembaga yudikatif?
4. Bagaimana
azas trias politica tentang lembaga eksekutif tersebut?
5. Apa
saja fungsi kekuasaan atau kewenangan lembaga eksekutif di masa reformasi?
C. Tujuan
penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui seberapa besar kewenangan lembaga eksekutif pada era reformasi
sekarang, lalu agar kita mengetahui bagaimana kewenangan lembaga eksekutif pada
era orde lama dahulu sehingga kita bisa menambah wawasan kita terkait dengan
masa-masa yang telah di lalui lembaga eksekutif. Tujuan dari penulisan makalah
ini juga tak lepas untuk memberikan gambaran kewenangan eksekutif sehingga
kalau saat ini kita tidak tahu apa saja yang menjadi kewenangan tersebut, lalu
kita bisa tahu setelah membaca makalah ini.
BAB
II
TEORI
TENTANG KEWENANGAN LEMBAGA EKSEKUTIF DI MASA REFORMASI
Menurut teori trias politica yang dimaksud oleh montesquie yang terdiri dari tiga
cabang kekuasaan dalam suatu negara yakni (legislatif, eksekutif, dan
yudikatif). Yang akan saya bahas disini adalah lembaga eksekutif nya. Menurut suwarno
(2012:65) legislatif itu digambaran sebagai pemerintah. Pemerintah disini
berarti presiden dan wakil presiden yang menjadi kepala negara dan sekaligus
kepala eksekutif di suatu negara. Di dalam suatu negara demokratis dipilih oleh
para rakyatnya. Lembaga eksekutif di masa reformasi sekarang ini bukan hanya
menguasai tentang eksekutif saja namun juga menguasai kekuasaan legislatif
(Romi Librayanto 2008:79). Ini terjadi karena pasca amandemen Undang-Undang
Dasar 1945.
Kalau kita lihat dari sudut pandang
kewenangan presiden dapat dikatakan bahwa ia memiliki kewenangan yang sangat
dominan dalam ketentua Undang-Undang Dasar 1945 setelah terjadi empat kali
amandemen. Fakta-fakta yang ada di atas ada dalam rapat apada proses amandemen
perubahan Undang-Undang Dasar 1945 di Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pada rapat pleno ke 27 PAH I BP-MPR
pada 11 September 2001 ketika membahas tentang kekuasaan negara disebutkan
bahwa “kekuasaan pemerintah negara” atau “kekuasaan eksekutif”. Alihardi
Kiaidemak dari Fron partai PPP saat itu ia berkata bahwa “Berbicara mengenai
bab III kekuasaan Pemerintahan Negara, memang dalam perkembangan teori
pemerintahan saat ini, pemerintahan dalam arti luas yaitu mencakup kalau kita
mengacu pada teori trias politica
yang diungkapkan oleh Montesquieu yaitu mencakup eksekutif, legislatif dan
yudikatif, namun pemerintahan dalam arti sempit itu adalah Eksekutif, ... Oleh
karena itu apa yang dikemukakan oleh tim ahli sebenarnya perlu kita
pertimbangkan namun demikian kita harus rangkaikan dengan bab-bab yang lainnya,
misalnya kemarin dari istilah Legislatif, ini di karenakan mengapa kita
menghindar kekuasaan legislatif karena masih ada benturan dari pemikiran
mengenai MPR yang hanya sebagai legislatif atau lembaga tertinggi. Sekarang
dengan kekuasaan pemerintah negara seperti ini mengindikasikan dalam arti luas
sehingga kalau kita lihat dari tim ahli, ketika pasal 4 dia mengatakan
kekuasaan pemerintah negara itu mengindikasikan dalam arti yang luas, karena
kekuasaan pemerintah negara memang melampaui kewenangan eksekutif saja. Dia
juga punya hak yudikatif yang menyangkut grasi, amnesti, dan seterusnya,
sehingga kalau kita dari tim ahli maka akan bisa kita lihat kalau kekuasaan
pemerintah berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 yang di laksanakan oleh
presiden, karena Undang-Undang Dasar 1945 membatasi kekuasaan presiden maka
tidak seluruh kekuasaan yudikatif itu ada di presiden, dan hanya sebagian kecil
juga kekuasaan legislatif ada di presiden. Sehingga masih di batasi oleh
Undang-Undang Dasar 1945 dalam pelaksanaan presiden terhadap kekuasaan
pemerintahan negara, walaupun kekuasaan pemerintah negara itu luas mencakup
legislatif dan yudikatif”.
Lalu tim ahli dari bidang Hukum dan
Politik BP-MPR. Jimly Asshiddiqie menguraikan bahwa “ cabang kekuasaan
legislatif tetap berada di Majelis Permusyawaratan Rakyat, akan tetapi majelis
ini terdiri dari dua lembaga perwakilan yang sederajat dengan lembaga negara
yang lain. Untuk melengkapi tugas-tugas dalam pengawasan, di samping lembaga
legislatif, dibentuk pula Badan Pemeriksa Keuangan. Cabang kekuasaan eksekutif
berada di tangan presiden dan wakil presiden. Untuk memberikan nasehat dan
saran kepada presiden dan wakil presiden, dibentuk pula Dewan Pertimbangan
Agung. Sedangkan cabang kekuasaan kehakiman dipegang oleh Mahkamah Agung yang
terdiri dari Mahkamah Konstitusi dan Makhamah Kasasi, ... Ketiga cabang
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, itu semua sama sederajat dan
saling mengontrol satu sama lain sesuai dengan prinsip. Dengan adanya prinsip
ini, maka kekuasaan negara dapat di kontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga
penyalah gunaan kekuasaan oleh aparat penyeenggara negara dapat di tanggulangi
dan dicegah dengan sebaik-baiknya.
Dari pendapat para ahli di atas maka
dapat kita ketahui bahwa kedudukan presiden memang diinginkan kuat atau dominan
dalam memberikan kewenangan yang sangat besar yang tidak hanya di wilayah
eksekutif saja melainkan juga menembus batas legislatif dan yudikatif.
Dominasinya presiden ini, bisa kita
lihat pada mekanisme pembuatan Undang-Undang dan perpu yang menunjukkan bahwa
kekuasaan Presiden masih mendominasi cabang-cabang kekuasaan yang lainnya.
Begitun pula, Presiden memiliki wewenang untuk menolak Rancangan Undang-Undang
dari Dewan Perwakilan Rakyat. Dan apabila Presiden mengusulkan Rancangan
Undang-Undang dan DPR menolaknya maka presiden masih memiliki kewenangan yang
lainnya yaitu perpu. Jadi, Perpu di sini memiliki kekuasaan oleh Presiden untuk
melakukan keinginang-keinginan politiknya. Jadi walaupun DPR menolak keinginan
presiden tersebut masih ada perpu yang setidaknya melakukan keinginan politik
presiden dalam beberapa tahun kedepan. Belum lagi mekanisme pencabutan perpu
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 itu mekanismenya belum jelas. Harun
Alrasid juga pernah mengatakan bahwa sebenarnya perpu itu adalah Rancangan
Undang-Undang karena belum pernah perpu yang ditolak oleh DPR.
Dalam diktat ilmu politik halaman 125
lembaga eksekutif menurut Miriam Budiharjo pada bukunya tahun 1977 halaman
209-210 mengatakan bahwa kekuasaan kewenangan lembaga ini meliputi: (1)
Diplomatik yakni melaksanakan hubungan dengan negara lain (2) administratif
yakni melaksanakan undang-undang serta peraturan-peraturan dalam melaksanakan
administrasi negara. (3) Militer yakni mengatur keamanan dan pertahanan negara
(4) yudikatif yakni memberi grasi, amnesti dan sebagainya (5) Legislatif yakni
merencanakan rancangan undang-undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan
rakyat sampai menjadi undang-undang.
Kita bisa saja memberhentikan
presiden dan wakilnya sesuai dengan UUD 1945 pasal 7A yang berbunyi “Presiden
dan/ atau Wakil Presiden dapa diberhentikan dalam masa jabatannya . . .,baik
telah terbukti melakukan pelanggaran hukum . . ., ataupun perbuatan tercela
maupun apabila tidak lagi memenuhi syarat. . .” namun hal ini membuktikan masih
ada kekurangan di undang-undang itu menurut Bagir Maman yang menyatakan bahwa
dalam bahasa hukum, kata dapat itu menunjukkan sesuatu yang tidak impretif,
boleh ya atau juga tidak.
Romi Librayanto (2008:86-88)
berpendpat bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945 setelah mengalami empat kali amandemen terlihat sekali bahwa
kekuasaan presiden terhadap cabang kekuasaan yang lainnya. Tentu saja ini
sangan bertentangan dengan teori Trias
Politica yang pada hakikatnya adalah pembatasan kekuasaan.
Teori tentang Trias Politica yang dikembangkan oleh Montesquieu menyatakan bahwa
“segala sesuatu akan berakhir seandainya orang atau lembaga yang sama, entah
bangsawan entah rakyat jelata, menjalankan ketiga kekuasaan itu, yaitu kekuasaan
untuk memberlakukan hukum, menjalankan keputusan rakyat dan mengadili perkara
perseorangan”
Salah satu kewenangan lembaga
eksekutif di masa reformasi yaitu dalam hal militer untuk urusan mempertahankan
dan menjaga keamanan. Hal ini dipercayakan oleh lembaga eksekutif, angkatan
bersenjata itu harus dibentuk oleh lembaga legislatif, dalam melakukan hal ini
lembaga legislatif juga harus mempunyai hak dalam membubarkan mereka segera
apabila kekuasaan menghendakinya. Namun ketika sebuah pasukan telah di bentuk
maka tidak bisa bergantung langsung dengan lembaga legislatif, melainkan pada
kekuasaan eksekutif karena hal ini para pasukan tersebut lebih kepada tindakan
bukan pertimbangan.
Presiden dan Wakil Presiden dipilih
dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, [Pasal 6A (1)] Presiden dan
Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.(Pasal 7).
( Modul Syawal gultom 2012: 2)
Menurut Syawal gultom dalam modul yang saya dapat
dari internet(2012 : 2-4) mengemukakan kewenangan Presiden dan Wakil Presiden
sebagai kepala lembaga eksekutif mempunyai wewenang, hak dan kewajiban sebagai
berikut:
1)
Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD Pasal 4 (1);
2)
Berhak mengajukan RUU kepada DPR Pasal 5 (1);
3)
Menetapkan peraturan pemerintah Pasal 5 (2);
4)
Memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan
peraturannya
dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa
dan
Bangsa Pasal 9 (1);
5)
Memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL, dan AU Pasal
(10);
6)
Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara
lain dengan persetujuan DPR Pasal 11 (1);
7)
Membuat perjanjian internasional lainnya… dengan persetujuan DPR
Pasal
11 (2);
8)
Menyatakan keadaan bahaya Pasal 12;
9)
Mengangkat duta dan konsul Pasal 13 (1). Dalam mengangkat duta,
Presiden
memperhatikan pertimbangan DPR Pasal 13 (2);
10)
Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan
DPR Pasal 13 (3);
11)
Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
MA
Pasal 14 (1);
12)
Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
DPR
Pasal 14 (2);
13)
Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang
diatur
dengan UU Pasal 15;
14)
Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan
nasihat
dan pertimbangan kepada Presiden Pasal 16;
15)
Pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri Pasal 17 (2);
16)
Pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR
Pasal
20 (2) serta pengesahan RUU Pasal 20 (4);
17)
Hak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU dalam
kegentingan
yang memaksa Pasal 22 (1);
18)
Pengajuan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan
pertimbangan DPD Pasal 23 (2);
19)
Peresmian keanggotaan BPK yang dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan
pertimbangan DPD Pasal 23F (1);
20)
Penetapan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh KY dan
disetujui
DPR Pasal 24A (3);
21)
Pengangkatan dan pemberhentian anggota KY dengan persetujuan
DPR
Pasal 24B (3);
22)
Pengajuan tiga orang calon hakim konstitusi dan penetapan sembilan
orang
anggota hakim konstitusi Pasal 24C (3).
BAB
III
PEMBAHASAN
I.
Kewenangan Presiden sebagai kepala
eksekutif setelah UUD 1945 di amandemen
Kalau
kita melihat sejenak ke belakang pada saat periode demokrasi parlementer yaitu
sekitar tahun 1950-1959 menurut suwarno (2012:60) ia berpendapat bahwa presiden
Soekarno yang kala itu sebagai kepala eksekutif kekuasaannya relatif lemah. Hak
dan kebebasan warga negara jarang di langgar. Namun dengan seiring berjalannya
waktu pada periode demokrasi terpimpin pada tahun 1959-1965 kekuasaan presiden
semakin kuat, sebagaimana menurut suwarno (2012:65-67) pada saat periode
demokrasi terpimpin saat itu ditandai dengan:
·
Pertama, kekuasaan presiden Soekarno
semakin besar, tidak hanya dalam bidang eksekutif, tapi juga legislatif dan
yudikatif. Hal ini bisa di lihat dari pada tanggal 20 Maret 1960 Presiden
Soekarno membubarkan parlemen DPRS dan di ganti dengan DPRGR. Lalu juga
pembubaran partai Masyumi pada 1960
·
Kedua itu adalah kekuasaan unsur militer
telah mulai masuk dalam pemerintahan. Hal ini dapat di lihat banyaknya tokok
perwira militer yang diangkat menjadi anggota DPRGR.
Namun
pada saat periode reformasi pada tahun 1998- sekarang yang di tandai dengan
jatuhnya Soeharto pada 22 Mei 1998 yang menjadi di angkatnya presiden
B.J.Habibie perspektif kekuasaan politik ternyata menunjukkan kekuasaan yang
cepat.
Romi
(2008:68) dalam UUD 1945 setelah amandemen kewenangan presiden itu antara lain:
(1) Memegang kekuasaan pemerintahan
menurut UUD pada pasal 4 ayat 1 yang berbunyi “ Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Romi berpendapat
bahwa sebenarnya ini bukanlah kewenangan tapi adalah dasar bagi adanya
kewenangan dalam menjalankan kekuasaan pemerintah. (2) Mengajukan rancangan
undang-undang kepada DPR pada pasal 5 ayat 1 yang berbunyi “Presiden berhak
mengajukan rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat” .(3)
Menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang pada pasal 5
ayat 2 yang berbunyi “presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagai mana mestinya” .(4) mengusulkan dua calon
Wakil Presiden kepada MPR, dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden pasal 8
ayat 2 pada perubahan ke 3 yang berunyi “Dalam hal terjadi kekosongan wakil
presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis
Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih wakil presiden
dari 2 calon yang di usulkan oleh presiden”. (5) Memegang kekuasaan yang
tertinggi ata Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara pasal 10 yang
berbunyi “presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut dan Angkatan Udara” menurut romi ini bukan kewenangan melainkan
dasar pijakan untuk melakukan hal yang berhubungan dengan Angkatan Darat, Laut
dan Udara .(6) Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain dengan persetujuan DPR pasal 11 ayat 1 yang berbunyi “Presiden
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain” .(7) Membuat perjanjian
internasional tertentu dengan persetujuan DPR. Mengacu pada pasal 11 ayat 2
yang berbunyi “presiden dalam membut perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara, dan/ atau mengharuskan perubahan undang-undang
harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat” .(8) Menyatakan keadaan
bahaya pasal 12 yang berbunyi “Presiden menyatakan bahaya, syarat dan ketentuan
bahaya ditetapkan dengan undang-undang” .(9) Mengangkat duta dan menerima
penempatan duta negara lain, memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan DPR pasal 13 ayat 2 dan 3 serta pasal 14 ayat 2. (10) mengangkat
konsul pasal 13 ayat 1. (11) Memberikan grasi dan rehabilitas dengan
mempertimbangkan Ma pasal 14 ayat 1. (12) Memberi gelar, Tanda jasa, dan
lain-lain tanda kehormatan pasal 15. (13) Membentuk suatu dewan pertimbangan
pasal 16. (14) mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri pasal 16. (15)
membahas dn menyetujui bersama DPR setiap rancangan undang-undang pasal 20 ayat
2. (16) Mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama DPR
untuk menjadi Undang-Undang pasal 20 ayat 4. (17) Menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti Unfang-Undang pasal 22 ayat 1. (18) mengajukan RUU
APBN pasal 23 ayat 2. (19) Meresmikan anggota BPK pasal 23F ayat 1. (20)
Menetapkan calon hakim agung sebagai hakim agung pasal 24A ayat 3. (21)
mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR
pasal 24B ayat 2. (22) mengangkat 3 orang calom hakim konstitusi pasal 24C ayat
3.
II.
Hubungan kekuasaan lembaga eksekutif
dengan lembaga legislatif
Pada pasal 22D
ayat 2 menggambarkan hubungan antara presiden, DPR, dan DPD dalam hal membahas
rancangan undang-undang tertentu. Rancangan Undang Undang tertentu itu adalah
rancangan undang-undang yang dapat diajukan oleh DPD ke DPR. Dalam pembahasan rancangan
undang-undang tersebut kedudukan DPR dan Presiden sama kuat sesuai dengan
mekanisme pembentukan undang-undang yang diatur pada pasal 20. Sementara itu
kedudukan DPD lebih lemah jika dibandingkan dengan dpr dan presidem karena DPD
tidak memiliki kewenangan untuk memberikan persetujuan/ penolakan terhadap
Rancanga Undang-Undang.
Namun pada pasal
23 ayat 2 menunjukkan hubungan antara Presiden, DPR dan DPD dalam hal penetapan
anggaran pendapatan belanja negara. Mekanisme penetapan anggaran pendapatan dan
belanja negara berawal dari Presiden mengajukan Rancangan Undang-Undang
anggaran pendapatan negara kepada DPR
untuk dibahas bersama. Dibahas bersama maksudnya ialah dibahas oleh DPR dan
presiden, yang mana DPR memperhatikan pertimbangan DPD. Apabila DPR tidak
setuju rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan
presiden, maka pemerintah melakukan anggaran belanja dan pendapatan negara yang
tahun lalu. Sama seperti pembahasan mengenai DPD sebelumnya, yaitu kedudukan
DPD sangat lemah dalam melaksanakan kewenangannya. Dalam pembahasan rancangan
undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh
presiden. Dalam membahas rancangan undang-undang anggaran belanja negara dan pendapatan
negara kedudukan terkuat ada di DPR. DPR dapat menyatakan tidak setuju terhadap
rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara yang diajukan
oleh presiden. Sebaliknya, Presiden tidak memiliki mekanisme untuk
mempertahankan rancangan undang-undang anggaran pendapata dan belanja negara
yang diusulkan jika DPR menolak. Satu-satunya yang dapat dijalankan oleh
presiden adalah menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara tahun lalu.
Pada pasal 23 F
ayat 1 juga dijelaskan hubungan kewenangan antara lembaga eksekutif dan
legislatif dimana pada pasal ini menjelaskan hubungan antara DPR, DPD, dan
presiden dalam hal pengisian anggota BPK. Mekanisme ini memperhatikan dominasi
DPR atas kedua lembaga lainnya ( DPD dan Presiden). DPR memilih anggota BPK
dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Pasal ini juga memperhatikan kedudukan
DPD yang sangat lemah dalam struktur kenegaraan Indonesia, karena seperti
beberapa rumusan pasal lain yang berhubungan dengan DPD, pada pasal ini pun
menggunakan rumusan “memperhatikan pertimbangan”. Sedangkan presiden tak punya
weweang sedikitpun dalam hal pemilihan
anggota BPK, selain hanya melakukan tindakan administratif, yaitu meresmikan
anggota BPK terpilih.
III.
Hubungan kekuasaan eksekutif dengan
kekuasaan yudikatif
Pada pasal 14
ayat 1 di jelaskan bahwa mekanisme pemberian grasi dan rehabilitas oleh
presiden, sama dengan pasal 14 ayat 2 yang mengatur mengenai mekanisme
pemberian amnesti dan abdolisi oleh presiden. Grasi adalah kewenangan presiden
memberikan pengampunan dengan cara meniadakan atau mengubah atau mengurangi
pidana bagi seseorang yang dijatuhi pidana dan telah memperoleh kekuatan hukum
tetap. Amnesti adalah kewenangan presiden yang meniadakan sifat pidna ata
perbuatan seseorang atau kelompok orang. Abolisi adalah lewenangan presiden
untuk meniadakan penuntutan. Seperti halnya grasi, abolisi ini tidak dapat
menghapuskan pidana dalam suatu perbuatan, tetapi prsiden dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu menetapkan agar tidak diadakan penuntutan
atas perbuatan pidana tersebut. perbedaan dengan grasi adalah grasi diberikan
setelah proses peradilan selesai dan pidana yang di jatuhkan telah mempunyai
kekuatan hukum tetap. Sedangkan pada abolisi proses yudisial seperti penuntutan
dan peradilan belum dijalankan. Rehabilitasi adalah kewenangan presiden
mengembalikan atau pengambilan pada kedudukan atau keadaan semula, seperti
sebelum seseorang dijatuhi pidana atau dikenai pidana.
Perubahan pasal
ini di maksudkan oleh presiden sebagai kepala eksekutif dalam memberikan
grasi,amnesti,abolisi dan rehabilitasi mendapat masukan dari lembaga yang tepat
sesuai dengan fungsinya. Mahkamah Agung memberikan pertimbangan dalam hal
pemberian grasi dan rehabilitasi dari pelaksanaan fungsi yudikatif. MA sebagai
lembaga peradilan memberikan pertimbangan kepada presiden.
Sedangkan DPR
memberikan pertimbangan dalam hal pemberian amnesti dan abolisi karena
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan politik. Oleh karena itu, DPR sebagai
lembaga perwakilan politik kenegaraan adalah lembaga negara paling tepat untuk
memberikan pertimbangan pada presiden.
Adanya
pertimbangan dari MA sebagai perwakilan dari lembaga yudikatif dan DPR dari
lembaga Legislatif ditujukan untuk saling mengontrol dan memantau satu sama
lain antara presiden, MA, dan DPR sebagai salah satu lembaga negara. Apabila di
lihat dari pasal 14 ayat 1 dan 2 nampak sekali kalau kedudukan DPR dan MA itu
lebih lemah daripada presiden.
IV.
Azas Trias Politica terhadap lembaga
eksekutif
Menurut teori trias
politica yang dimaksud oleh montesquie yang terdiri dari tiga cabang
kekuasaan dalam suatu negara yakni (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Yang
akan saya bahas disini adalah lembaga eksekutif nya. Menurut suwarno (2012:65)
legislatif itu digambaran sebagai pemerintah. Pemerintah disini berarti
presiden dan wakil presiden yang menjadi kepala negara dan sekaligus kepala
eksekutif di suatu negara. Di dalam suatu negara demokratis dipilih oleh para
rakyatnya. Lembaga eksekutif di masa reformasi sekarang ini bukan hanya menguasai
tentang eksekutif saja namun juga menguasai kekuasaan legislatif (Romi
Librayanto 2008:79). Ini terjadi karena pasca amandemen Undang-Undang Dasar
1945.
Kalau kita lihat dari sudut pandang
kewenangan presiden dapat dikatakan bahwa ia memiliki kewenangan yang sangat
dominan dalam ketentua Undang-Undang Dasar 1945 setelah terjadi empat kali
amandemen. Fakta-fakta yang ada di atas ada dalam rapat apada proses amandemen
perubahan Undang-Undang Dasar 1945 di Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Namun pada
kenyataannya sebenarnya kekuasaan lembaga eksekutif di negara kita ini telah
melanggar azas trias politica yang
telah dicetuskan oleh meontesquieu. Azas trias
politica yang dicetuskan montesquieu dimaksudkan sebagai pembatasan
kekuasaan, namun di negara kita malah lembaga eksekutif memiliki kewenangan di
dalam 3 lembaga negara tersebut. ini jelas melanggar azas trias politica karena tidak adanya pembatasan kekuasaan walaupun
yang di kuasai oleh lembaga eksekuti hanya sebagian kecil pada lembaga
legislatif dan yudikatif.
Namun menurut
Romi (2008:116) ia berpendapat bahwa katanya pada Pasal 20 ayat 2 yang dimaksud
dengan ketentuan bersama itu adalah pemahaman bersama maksudnya mengandung arti
bahwa sesungguhnya kekuasaan Undang-undang itu tetap di pegang oleh Presiden
dan DPR. Tentu saja hal ini memperlihatkan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 jauh
dari konsep trias politica.
V.
Fungsi kewenangan lembaga eksekutif di
masa reformasi
Salah
satu yang saya kutip dari diktat ilmu politik (2014:124) bahwa meenurut Hunt
dan Colander (Karim, 1997 : 22) fungsi dari pemerintah adalah (1) Memelihara
tatanan interval dan keamanan eksternal. (2) Menjamin keadilan di negara
tersebut. (3) Melindungi kebebasan individu (4) mengatur tindakan individu (5)
menunjukkan kesejahteraan umum.
Fungsi
pemerintahan dalam melakukan kesejahteraan umum, khususnya fungsi pemerintahan
dalam ekonomi meliputi empat peranan yaitu pengarahan ekonomi, pengaturan
kegiatan ekonomi swasta, retribusi pendapatan dan pengadaan barang dan jasa
yang menjadi kepentingan umum. Pengarahan ekonomi terhadap kegiatan ekonomi
masyarakat dapat dilakukan secara tidak langsung maupun langsung. Contoh secara
langsung itu pengusaha melakukan kebijakannya. Contoh secara tak langsung itu
kebijakan penerimaan dan pengeluaran negara.
Pengaturan
kegiatan ekonomi swasta, terutama untuk mengontrol monopoli dan mengatur akibat
yang di timbulkan dari kegiatan ekonomi terhadap pihak lain, diluar faktor
produksi baik berdampak positif maupun negatif. Contoh dampak negatif adalah
polusi oleh pabrik. Contoh dampak positif adalah memberi subsidi pupuk pada
petani.
Retribusi
pendapatan tersebut bertujuan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar penduduk
dan mengurangi kepincangan pendapatan dalam masyarakat. Bidang-bidang yang
menjadi bagian tujuan retribusi adalah pendidikan, kesehatan, transportasi umum
dll. Peran pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa publik, misalnya
pertahanan dan keamanan, sistem transportasi dan pelayanan pos. Penentuan
barang dan jasa yang termasuk kepentingan umum, ditentukan oleh sistem ekonomi
masyarakat negara dan lingkup dan intensitas permasalahan dan yang dihadapi
masyarakat negara.
BAB
IV
PENUTUP
a) Kesimpulan
Kesimpulan
dari makalah saya adalah kekuasaan lembaga eksekutif sangat luas cakupannya
hingga melewati batas eksekutif, bahkan sampai dengan yudikatif dan legislatif.
Hal ini bertentangan dengan trias
politica yang menjelaskan tentang pembatasan kekuasaan.Undang-Undang Dasar
1945 sangat jauh berbeda dengan trias
politica itulah yang menyebabkan azas tersebut bertentangan dengan sistem
ketatanegaraan di indonesia saat ini. Sejarah kekuatan wewenang lembaga
eksekutif dari periode ke periode pemerintahan indonesia semakin lama semakin
kuat. Hal ini karena perubahan cara pemikiran setiap orang dari masa ke masa
sehingga memunculkan ide-ide baru untuk bisa membuat yang lebih baik lagi.
Namun
dibalik perbedaan antara Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dengan trias politica ada sisi positifnya yakni
di Indonesia ketiga lembaga negara tersebut saling mengontrol dan mengawasi
satu sama lain sehingga walaupun belum berjalan sempurna cara kerja mereka
namun sudah termasuk baik dalam melaksanakan kenegaraan negara kita ini.
Kekuatan
eksekutif di indonesia sangat menonjol dan diakui karena kita dapat melihat di
dalam makalah ini kekuasaan presiden sebagai kepala eksekutif ia dapat membuat
undang-undang yakni tugas dari lembaga legislatif namun juga harus dengan
persetujuan DPR.
Kalau
dengan lembaga yudikatif presiden dapat memberikan grasi, amnesti, rehabilitasi
dll dalam hal mengadili dan itupun harus sesuai dengan perngkoreksian oleh
Mahkamah Agung.
Kekuatan
presiden sangat menonjol contohnya dalam membuat perpu. Apabila saat rancangan
undang-undang ditolak oleh DPR, maka presiden dapat melakukan pengeluaran perpu
yang dapat memuaskan hak politiknya.
b)
Saran
Saran
saya setelah membaca makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas lagi
mengenai lembaga eksekutif khusus nya dan dapat memberikan ilmu juga lah kepada
kita agar sekiranya dapat berguna bagi kita di kemudian hari. Saran saya juga
sekiranya yang membaca makalah ini dapat memberikan masukan yang membangun lah
dan memberikan keritikan agar kemudian saya dapat menulis dengan lebih baik
lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiharjo, Miriam.
1985. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia.
Choir, Moch Abdul. 2012. Jurisprudence,Vol.
1, N o.1. Juli 2012 : 1-215. Partisipasi Legislasi Lembaga Legislatif Dan Lembaga
Eksklusif Dalam Penyusunan Peraturan Daerah (Studi di Kabupaten Rembang).
Gultom, Syawal. 2012. Materi, Struktur, Konsep, dan Keilmuan
Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta.
Halking dan Mukmin,
Budi Ali. 2014. Memahami dasar-dasar ilmu
politik. Medan.
Librayanto, Romi. 2008.
Trias Politica Dalam Struktur
Ketatanegaraan Indonesia. Makassar : PuKAP-Indonesia.
Mukhlis. 2011.
FH.UNISBA. VOL. XIII. NO. 1 Maret 2011.
Kewenangan Lembaga Lembaga Negara Dalam Memutuskan dan Menafsirkan Uud Setelah
Amandemen Keempat Undang-Undang Dasar 1945. Nanggro Aceh Darusalam.
Musmuliadin. 2013. Tugas Dan Kewenangan Wakil Presiden Dalam Sistem
Presidensil Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Mataram : Fakultas Hukum Universitas Mataram.
Nuraini, Siti. 2006. Jurnal
Madani Edisi I. Hubungan Eksekutif Dan Legislatif Di Era Otonomi Daerah.
Suawno. 2012. Sejarah Politik Indonesia Modern. Yogyakarta
: Ombak.
Wantu, Sastro M. Memperkuat Fungsi
Legislasi DPRD Sebagai Format Policy Dalam Euphoria Otonomi Daerah.
Yulimasni.
2007. Pergeseran Kekuasaan Presiden Dalam Pembentukan Undang-Undang Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Padang : Universitas Andalas.